Siang yang cerah di Kota Bandung, dan bahagianya aku yang bisa kembali berkumpul bersama keluarga tercinta. Tak banyak yang berubah, selain teman – teman bermainku yang telah menggendong bayi mungil nan lucu, ach.. hidup ini memang terlalu singkat. Rasanya belum lama aku meninggalkan tempat ini, tapi teman- teman ku telah mendahuluiku untuk berkeluarga. Hmmm.... jodoh mereka begitu dekat, hanya do’a yang bisa ku persembahkan untuk pernikahan kalian, semoga menjadi keluarga yang sakinah mawaddah dan warahmah, meski aku tak dapat menyaksikan hari bahagia itu, tapi aku cukup bahagia dengan apa yang kalian rasakan.
Dalam lamunan ku siang itu, ingin rasanya aku segera memiliki sebuah keluarga kecil, dimana ada aku, imamku dan juga jundi-jundi penerus generasiku. Tapi, lagi-lagi itu hanya sebuah lamunan kecil.
“Assalamu’alaikum..” terdengar lirih di depan rumah, kutengok dari kaca jendela kamarku, Indra teman kecilku.
“Wa’alaikumsalam.., masuk Dra” jawabku seraya mempersilahkannya masuk ke dalam rumah. “Tumben, ada apa nih? Sedang tidak sibukkah?” tanyaku membuka percakapan.
“Gak ada apa-apa, hanya ingin berkunjung dan bersua denganmu, rasa-rasanya sudah lama sekali kita tidak bertemu, di beberapa liburanmu tahun – tahun lalu, aku masih disibukkan dengan perkuliahan yang makin hari jadwalnya semakin padat saja, padahal ingin sekali aku bercerita kala liburanmu tiba, btw.. apa kabar, Li? Aku dengar kali ini kepulanganmu bukan sekedar untuk liburan, benarkah??” jelasnya panjang lebar
“iya ya, sudah lama kita tidak bersua. Seperti yang kamu lihat InsyaALLAH aku baik – baik saja. Perihal kepulanganku kali ini, aku memang berniat untuk kembali menetap di tempat ini.” Jawabku
Obrolan pun berlanjut, Indra bercerita banyak tentang masa – masa kuliahnya, dan sekarang sedang mempersiapkan untuk test Beasiswa S2 di Perancis, Subhanallah.. dia benar – benar menjadi bintang di keluarganya. Dan aku pun menceritakan bagaimana jatuh bangunnya kehidupanku di perantauan. Tak terasa siang itu pun berlalu, sambil berpamitan dia menyerahkan sebuah amplop putih kepadaku
“apa ini Dra?” tanyaku
“buka saja, tapi nanti ya, aku pamit pulang dulu.” Jawabnya
“baiklah, btw, sudah masuk waktunya ashar, sholat dulu disini ya Dra.” Ajakku.
Tidak biasanya Indra menolak ajakanku, dia memilih untuk sholat di rumahnya saja. Dan ia pun berlalu meninggalkanku dalam kebingungan, tiba-tiba Satria datang menghampiriku (kakak sepupuku), dan berkata
“sudahlah, berarti dia bukan imam yang baik buatmu”
Aku tak membalas perkataan itu, langsung kuambil air wudhu dan kudirikan sholat. Dalam doa’ku, apa maksud dari perkataan kak Satria? Bisa – bisanya dia berkata seperti itu? Lagian Indra itu kan hanya teman kecilku, dan aku rasa dia pun telah punya pilihan untuk mendampingi perjuangannya.
Teringat aku akan amplop putih yang diberikan Indra, perlahan kubuka dan kulihat isinya, secarik kertas putih bertuliskan goresan – goresan tinta hitam. Ku baca perlahan, berulang – ulang hingga ku mengerti apa maksud dari tulisan itu. masyaAllah dia melamarku lewat secarik kertas ini?? Tak kuasa aku pun menitikkan air mata, entah bahagia atau sedih. Teringatku perkataan kak Satria, ya Allah, apa yang harus kulakukan?
Dan haripun berganti, masih dengan kebimbangan yang kurasa. Indra yang selama ini dekat denganku, ternyata menginginkan aku untuk menemani perjuangannya? Ada celah keraguan dihati ini, entah apa itu.
***
Alarm pun berbunyi, menandakan waktu sudah pukul 03.00 dini hari, tahajud time... Ku terbangun, dan Astagfirullah.. itu hanya mimpi. Dan aku masih tetap disini, diperantauan untuk menggapai impian dan harapanku.
Mimpi yang mungkin sebagai petunjuk dari-Nya, bahwa Dia telah persiapkan seorang yang lebih baik yang akan menjadi imamku, dan orang itu adalah kamu, jodohku.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar